My Site Mathematic
Home
About Me
Favorite Links
Contact Me
My Resume
New Page Title

Welcome!

 

PORTOFOLIO DAN PARADIGMA BARU
DALAM PENILAIAN MATEMATIKA
Oleh: Elin Rusoni
(Widyaiswara PPPG Tertulis Bidang Studi Matematika, Mahasiswa Pascasarjana (S2) Universitas Pendidikan Indonesia - Bandung)

Key word: How to evaluate what student understood about subjects has been tought

Paradigma baru pendidikan matematika, menghendaki dilakukan inovasi yang teritegrasi dan berkesinambungan. Salah satu wujudnya adalah inovasi yang dilakukan guru dalam kegiatan pembelajaran di kelas. Kebiasaan guru dalam mengumpulkan informasi mengenai tingkat pemahaman siswa melalui pertanyaan, observasi, pemberian tugas dan tes akan sangat bermanfaat dalam menentukan tingkat penguasaan siswa dan dalam evaluasi keefektifan proses pembelajaran.

Informasi yang akurat tentang hasil belajar, minat dan kebutuhan siswa hanya dapat diperoleh melalui asesmen dan evaluasi yang efektif. Penilaian yang biasa digunakan dalam sistem pendidikan kita adalah melalui deskripsi kuantitatif, yaitu tes (tertulis). Sedangkan asesmen yang sedang berkembang saat ini adalah penilaian protofolio yang disinyalir memiliki banyak manfaat baik bagi guru maupun bagi siswa.

A. Apakah Portofolio itu ?

Batasan portofolio banyak para ahli yang memberi batasan, antara lain sebagai berikut.

Paulson (191 : 60) mendefinisikan portofolio sebagai kumpulan pekerjaan siswa yang menunjukkan usaha, perkembangan dan kecakapan mereka dalam satu bidang atau lebih. Kumpulan ini harus mencakup partisipasi siswa dalam seleksi isi, kriteria seleksi, kriteria penilaian dan bukti refleksi diri.

Menurut Gronlund (1998 : 159) portofolio mencakup berbagai contoh pekerjaan siswa yang tergantung pada keluasan tujuan. Apa yang harus tersurat, tergantung pada subjek dan tujuan penggunaan portofolio. Contoh pekerjaan siswa ini memberikan dasar bagi pertimbangan kemajuan belajarnya dan dapat dikomunikasikan kepada siswa, orang tua serta pihak lain yang tertarik berkepentingan.

Protofolio dapat digunakan untuk mendokementasikan perkembangan siswa. Kerena menyadari proses belajar sangat penting untuk keberhasilan hidup, portofolio dapat digunakan oleh siswa untuk melihat kemajuan mereka sendiri terutama dalam hal perkembangan, sikap keterampilan dan ekspresinya terhadap sesuatu.

Secara umum, portofolio merupakan kumpulan hasil karya siswa atau catatan mengenai siswa yang didokumentasikan secara baik dan teratur. Portofolio dapat berbentuk tugas-tugas yang dikerjakan siswa, jawaban siswa atas pertanyaan guru, catatan hasil observasi guru, catatan hasil wawancara guru dengan siswa, laporan kegiatan siswa dan karangan atau jurnal yang dibuat siswa. .

Mengingat begitu beragamnya jenis protofolio, guru dapat mengumpulkannya melalui cara. Cara yang akan dipakai disesuaikan dengan tujuan yang hendak dicapai, tingkatan siswa dan jenis kegiatan yang dilakukan.

Berikut ini adalah model portofolio matematika yang berisi contoh-contoh pekerjaan siswa.

1) Uraian tertulis hasil kegiatan praktik- atau penyelidikan matematika.
2) Gambar-gambar dan laporan lisan, perluasan analisis situasi masalah dan penelitian.
3) Uraian dan diagram dari proses pemecahan masalah.
4) Penyajian data statistik dan grafik.

Disamping itu, hal-hal lainnya yang dapat dicantumkan dalam portofolio matematika adalah sebagai berikut.

1) Laporan penyelidikan tentang ide matematika seperti hubungan antara dua fungsi, koordinat grafik, aritmatika, aljabar dan geometri.
2) Respon terhadap pertanyaan open-ended atau masalah pekerjaan rumah.
3) Laporan kelompok dan foto kegiatan siswa
4) Salinan piagam penghargaan
5) Video dan pekerjaan siswa yang menggunakan komputer. (Stenmark 1991: 63)

B. Manfaat Protofolio

Penilaian portofolio dapat digunakan untuk berbagai keperluan, misalnya seperti yang dikemukakan oleh Berenson dan Certer (1995:184) berikut ini.

1) Mendomentasikan kemajuan siswa selama kurun waktu tertentu
2) Mengetahui bagian-bagian yang perlu diperbaiki
3) Membangkitkan kepercayaan diri dan motivasi untuk belajar
4) Mendorong tanggungjawab siswa untuk belajar.

Sedangkan menurut Gronlund (1998 : 158), portofolio memiliki beberapa keuntungan, antara lain sebagai berikut.

1) Kemajuan belajar siswa dapat terlihat dengan jelas
2) Penekanan pada hasil pekerjaan terbaik siswa memberikan pengaruh positif dalam belajar.
3) Membandingkan pekerjaan sekarang dengan yang lalu memberikan motivasi yang lebih besar dari pada membandingkan dengan milik orang lain
4) Keterampilan asesmen sendiri dikembangkan mengarah pada seleksi contoh pekerjaan dan menentukan pilihan terbaik
5) Memberikan kesempatan siswa bekerja sesuai dengan perbedaan individu (misalnya siswa menulis sesuai dengan tingkat level mereka tetapi sama-sama menuju tujuan umum)
6) Dapat menjadi alat komunikasi yang jelas tentang kemajuan belajar siswa bagi siswa itu sendiri, orang tua, dan lainnya.

Adapun keuntungan penggunaan portofolio matematika secara khusus antara lain sebagai berikut.

1) Memberikan bukti perkerjaan atau perbuatan berdasarkan pengetahuan yang sesungguhnya telah diperoleh
2) Penilaian catatan atau memberikan gambaran tentang program matematika yang perlu ditekankan
3) Catalan kemajuan siswa dalam jangka waktu lama mencerminkan pembelajaran yang cukup lama (Stenmark, 1991:63)

C. Pelaksanaan Asesmen Portofolio Matematika

Pelaksanaan asesmen portofolio mensyaratkan kejujuran siswa dalam melaporkan rekaman belajarnya. dan kejujuran guru. dalam menilai kemampuan siswa sesuai dengan kriteria yang yang telah disepakati. Guru harus mampu menunjukkan urgensi laporan yang jujur dari siswa.

Adapun bentuk-bentuk asesmen portofolio diantaranya sebagai berikut.

1) Catatan anekdotal, yaitu berupa lembaran khusus yang mencatat segala bentuk kejadian mengenai perilaku siswa, khususnya selama berlangsungnya proses pembelajaran. Lembaran ini memuat identitas yang diamati, waktu pengamatan, dan lembar rekaman kejadiaannya.
2) Ceklis atau daftar cek, yaitu daftar yang telah disusun berdasarkan tujuan perkembangan yang hendak dicapai siswa
3) Skala penilaian yang mencatat isyarat kemajuan perkembangan siswa
4) Respon-respon siswa terhadap pertanyaan
5) Tes skrining yang berguna untuk mengidentifikasi keterampilan siswa setelah pengajaran dilakukan, misalnya siswa setelah pengajaran dilakukan, misalnya : tes hasil belajar, PR, LKS, laporan kegiatan lapangan.

Aspek-aspek yang bisa dievaluasi dalam bidang matematika menurut Stenmark (1991 : 64) sebagai berikut.

1) Pemahaman Permasalahan (Problem Comprehension)
2) Pendekatan dan Strategi (Approaches and Strategies)
3) Hubungan (Relationships)
4) Fleksibilitas (Flexibility)
5) Komunikasi (Communication)
6) Dugaan dan Hipotesis (Curiosty and Hypotheses)
7) Persamaan dan Keadilan (Equality and Equity)
8) Penyelesaian (Solutions)
9). Hasil Pengujian (Examining Results)
10) Pembelajaran Matematika (Mathematical Learning)
11) Asesmendiri (Self-Assessment)

Salah satu bagian penting dari penilaian portofolio matematika adalah mengajukan pertanyaan. Mengajukan pertanyaan yang benar merupakan suatu seni yang hams dilatih oleh guru.

Contoh pertanyaan yang bisa diajukan untuk mengevaluasi aspek fleksibilitas dengan tujuan untuk mengambil atau mengetahui apakah siswa bisa menggunakan/menggantikan dengan cara lainnya bila sesuatu tidak dikerjakan dengan cara yang telah diberikan, apakah mereka teguh dalam usahanya, dan apakah mereka mencoba yang lain?

Untuk tujuan -tersebut bisa diajukanpertanyaan seperti berikut.

  • apakah kamu telah mencoba atau hanya menebak ?
  • Apakah kamu bisa menyelesasikan dengan menggunakan cara lain ?
  • Apa lagi yang telah kami coba ?
  • Coba tunjukkan masalah sejenis. Apakah inimasalah yang lebih mudah ?
  • Dan lain-lain.

Sedangkan dalam aspek hubungan yang tujuannya adalah untuk mengungkap apakah siswa melihat hubungan dan mengenali ide utamanya, apakah mereka mengaitkan masalah dengan masalah serupa yang telah dipelajari terdahulu?.

Pertanyaan-pertanyaan, yaitu sebagai berikut

  • Apakah ubungan antara yang ini dengan yang itu?
  • Apa kesamaannya? Apa perbedaannya?
  • Apakah ada polanya?
  • Misalnya kita mengabil bagian ini. Akan J'adi apakah sisanya?
  • Bagaimana jika kamu memindahkan bagian ini?
  • Dapatkan kamu menulis masalah lain yangberkaitan dengan masalah ini?

Mengevaluasi portofolio bukanlah suatu tugas yang mudah, sebab tidak pernah ada dua portopolio ada dua portofolio yang tepat sama. Hal ini disebabkan individu yang menyiapkan portopolio tersebut akan mengikutsertakan item-item yang berbeda sesuai dengan kelebihan yang dimilikinya Salah satu cara untuk mengevaluasi portopolio adalah dengan penggunaan rublik. Cara ini menggunakan skala nilai untuk memberi skor pada item yang mengharuskan murid menjawabnya dalam bentuk tulisan dengan jawaban yang banyak (open-open item) pada soal yang diberikan. Murid bebas menjawab (free response questions) atau terdapat serbagai cara untuk memperoleh jawaban (Heddens dan Speer dalam Sabandar: 4).

Sabandar mengemukakan salah satu contoh rublik dalam menjawab open-ended questions sebagai berikut:

Skor

Kriteria

4

Lengkap dan kompeten

3

Kompetensi dasar

2

Jawaban parsial

1

Jawaban coba-coba

0

Tidak ada respon

Dengan menggunakan skala tersebut, seseorang individu dapat memperoleh skor dari 0 sampai 4 untuk suatu item. Hal ini tergantung dari apa yang terdeteksi oleh guru dalam item tersebut. Skor 3 untuk suatu item dalam rublik ini tidak berarti menunjukkan 75 % indkator terpenuhi. Skor 3 dalam hal ini merupakan suatu indikator numerik yang menyatakan apa yang dimiliki oleh individu.

Rublik lain mungkin menggunakan skor dari 0 s.d. 2, atau dari 0 s.d. 6, atau 0 s.d. 8, atau bahkan dari 0 s.d.10.

D. Penutup

Portofolio merupakan catatan atau kumpulan hasil karya siswa yang didokumentasikan secara baik dan teratur. Portofolio dapat berbentuk tugas-tugas yang dikerjakan siswa, jawaban siswa atas pertanyaan guru, catatan hasil obsevasi guru, catatan hasil wawancara guru dengan siswa, laporan kegiatan siswa dan karangan yang dibuat siswa.

Portofolio itu beragam jenisnya, guru dapat mengumpulkannya melalui banyak cara sesuai dengan tujuan, cara yang akan dipakai, tingkatan siswa ataujenis kegiatan yang dilakukan.

Portofolio angar bermanfaat dalam memberikan informasi mengenai kemampuan dan pemahaman siswa memberikan gambaran otentik kepada guru tentang apa yang telah dipelajari siswa kesulitan dan kendala yang dialami siswa dalam belajar dan jenis bantuan yang diharapkan siswa.

Penilaian portofolio dapat dijadikan alat untuk memvalidasi informasi tentang pemahaman siswa mengenai suatu konsep. Asesmen portofolio juga dapat membantu siswa dalam mengkonstruksi rasa tanggungjawab dalam belajar, memonitor diri sendiri dalam kegiatan belajar, menanamkan kesadaran untuk meningkatkan kemampuan diri dan membuat argumen-argumen yang logis.

Daftar Pustaka

Gronlund, Norman E. (1998). Assesment of Student Achievment Sixth Edition. Boston : Allyn and Bacon.
Hamm, Mary & Adams, Dennis. (1991). Portofolio - It's not just forarttists anymore. The Science Teacher. Mei 199.
Paulson, F Leon, PasrI R & Meyer, Carol A. (1991). What makes a Portofolio ? Eight thoughtful
guidelines will help educators encourage self-directed learning
. Educational Leadership. February 1991.
Ramdi, Hartono (199). Penerapan Asemen Portofolio dalam Mengembangkan Konsep Dili Siswa Terhadap Matematika. Tesis. PPS IKIP Bandung.
Stenmark, Jean Krr. (1991). Math Portofolio : A New Form of Assessment. Teaching K-8. August/September 1991.

 

Matematika Realistik : Apa dan Bagaimana?

oleh : I Gusti Putu Suharta
(Dosen Jurusan Pendidikan Matematika IKIP Negeri Singaraja)

Abstrak: Dalam pembelajaran matematika selama ini, dunia nyata hanya dijadikan tempat mengaplikasikan konsep.  Siswa mengalami kesulitan matematika di kelas.  Akibatnya, siswa kurang menghayati atau memahami konsep-konsep matematika, dan siswa mengalami kesulitan untuk mengaplikasikan matematika dalam kehidupan sehari-hari.  Salah satu pembelajaran matematika yang berorientasi pada matematisasi pengalaman sehari-hari (mathematize of everyday experience) dan menerapkan matematika dalam kehidupan sehari-hari adalah pembelajaran Matematika Realistik (MR).  Karakteristik RME adalah menggunakan konteks “dunia nyata”, model-model, produksi dan konstruksi siswa, interaktif, dan keterkaitan (intertwinment). Berkaitan dengan hal itu, tulisan ini bertujuan untuk memaparkan secara teoretis pembelajaran matematika realistik, pengimplementasian pembelajaran MR, serta kaitan antara pembelajaran MR dengan pengertian.  Pembelajaran Matematika Realistik memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan kembali dan merekonstruksi konsep-konsep matematika, sehingga siswa mempunyai pengertian kuat tentang konsep-konsep matematika.  Dengan demikian, pembelajaran Matematika Realistik akan mempunyai kontribusi yang sangat tinggi dengan pengertian siswa.

 

Kata kunci: matematika realistik, dunia nyata, rekonstruksi konsep matematika, model-model, interaktif. 



1.  Pendahuluan

Salah satu karakteristik matematika adalah mempunyai objek yang bersifat abstrak.  Sifat abstrak ini menyebabkan banyak siswa mengalami kesulitan dalam matematika.  Prestasi matematika siswa baik secara nasional maupun internasional belum menggembirakan.  Third International Mathematics and Science Study (TIMSS) melaporkan bahwa rata-rata skor matematika siswa tingkat 8 (tingkat II SLTP) Indonesia jauh di bawah rata-rata skor matematika siswa internasional dan berada pada ranking 34 dari 38 negara (TIMSS,1999).  Rendahnya prestasi matematika siswa disebabkan oleh faktor siswa yaitu mengalami masalah secara komprehensif atau secara parsial dalam matematika.  Selain itu, belajar matematika siswa belum bermakna, sehingga pengertian siswa tentang konsep sangat lemah.

            Jenning dan Dunne (1999) mengatakan bahwa, kebanyakan siswa mengalami kesulitan dalam mengaplikasikan matematika ke dalam situasi kehidupan real.  Hal lain yang menyebabkan sulitnya matematika bagi siswa adalah karena pembelajaran matematika kurang bermakna.  Guru dalam pembelajarannya di kelas tidak mengaitkan dengan skema yang telah dimiliki oleh siswa dan siswa kurang diberikan kesempatan untuk menemukan kembali dan mengkonstruksi sendiri ide-ide matematika.  Mengaitkan pengalaman kehidupan nyata anak dengan ide-ide matematika dalam pembelajaran di kelas penting dilakukan agar pembelajaran bermakna (Soedjadi, 2000; Price,1996; Zamroni, 2000).  Menurut Van de Henvel-Panhuizen (2000), bila anak belajar matematika terpisah dari pengalaman mereka sehari-hari maka anak akan cepat lupa dan tidak dapat mengaplikasikan matematika

Berdasarkan pendapat di atas, pembelajaran matematika di kelas ditekankan pada keterkaitan antara konsep-konsep matematika dengan pengalaman anak sehari-hari.  Selain itu, perlu menerapkan kembali konsep matematika yang telah dimiliki anak pada kehidupan sehari-hari atau pada bidang lain sangat penting dilakukan.  Salah satu pembelajaran matematika yang berorientasi pada matematisasi pengalaman sehari-hari (mathematize of everyday experience) dan menerapkan matematika dalam kehidupan sehari-hari adalah  pembelajaran Matematika Realistik (MR).  Pembelajaran MR pertama kali dikembangkan dan dilaksanakan di Belanda dan dipandang sangat berhasil untuk mengembangkan pengertian siswa.

Tulisan ini bertujuan untuk memaparkan secara teoretis pembelajaran matematika realistik, pengimplementasian pembelajaran MR, serta kaitan antara pembelajaran MR dengan pengertian.

 

2.  Kajian Teori

2.1 Realistic Mathematics Education (RME)

Realistic Mathematics Education (RME) merupakan teori belajar mengajar dalam pendidikan matematika.  Teori RME pertama kali diperkenalkan dan dikembangkan di Belanda pada tahun 1970 oleh Institut Freudenthal.  Teori ini mengacu pada pendapat Freudenthal yang mengatakan bahwa matematika harus dikaitkan dengan realita dan matematika merupakan aktivitas manusia.  Ini berarti matematika harus dekat dengan anak dan relevan dengan kehidupan nyata sehari-hari.  Matematika sebagai aktivitas manusia berarti manusia harus diberikan kesempatan untuk menemukan kembali ide dan konsep matematika dengan bimbingan orang dewasa (Gravemeijer, 1994).  Upaya ini dilakukan melalui penjelajahan berbagai situasi dan persoalan-persoalan “realistik”.  Realistik dalam hal ini dimaksudkan tidak mengacu pada realitas tetapi pada sesuatu yang dapat dibayangkan oleh siswa (Slettenhaar, 2000).  Prinsip penemuan kembali dapat diinspirasi oleh prosedur-prosedur pemecahan informal, sedangkan proses penemuan kembali menggunakan konsep matematisasi.

Dua jenis matematisasi diformulasikan oleh Treffers (1991), yaitu matematisasi horisontal dan vertikal.  Contoh matematisasi horisontal adalah pengidentifikasian, perumusan, dan penvisualisasi masalah dalam cara-cara yang berbeda, dan pentransformasian masalah dunia real ke masalah matematik.  Contoh matematisasi vertikal adalah representasi hubungan-hubungan dalam rumus, perbaikan dan penyesuaian model matematik, penggunaan model-model yang berbeda, dan penggeneralisasian.  Kedua jenis matematisasi ini mendapat perhatian seimbang,  karena kedua matematisasi ini mempunyai nilai sama (Van den Heuvel-Panhuizen, 2000) .

Berdasarkan matematisasi horisontal dan vertikal, pendekatan dalam pendidikan matematika dapat dibedakan menjadi empat jenis yaitu mekanistik, emperistik, strukturalistik, dan realistik.  Pendekatan mekanistik merupakan pendekatan tradisional dan didasarkan pada apa yang diketahui dari pengalaman sendiri (diawali dari yang sederhana ke yang lebih kompleks).  Dalam pendekatan ini manusia dianggap sebagai mesin.  Kedua jenis matematisasi tidak digunakan.  Pendekatan emperistik adalah suatu pendekatan dimana konsep-konsep matematika tidak diajarkan, dan diharapkan siswa dapat menemukan melalui matematisasi horisontal.  Pendekatan strukturalistik merupakan pendekatan yang menggunakan sistem formal, misalnya pengajaran penjumlahan cara panjang perlu didahului dengan nilai tempat, sehingga suatu konsep dicapai melalui matematisasi vertikal.  Pendekatan realistik adalah suatu pendekatan yang menggunakan masalah realistik sebagai pangkal tolak pembelajaran.  Melalui aktivitas matematisasi horisontal dan vertikal diharapkan siswa dapat menemukan dan mengkonstruksi konsep-konsep matematika. 

 

2.2  Karakteristik RME

Karakteristik RME adalah menggunakan: konteks “dunia nyata”, model-model, produksi dan konstruksi siswa, interaktif, dan keterkaitan (intertwinment) (Treffers,1991; Van den Heuvel-Panhuizen,1998).

 

2.2.1 Menggunakan Konteks “Dunia Nyata”

Gambar berikut menunjukkan dua proses matematisasi yang berupa siklus di mana “dunia nyata” tidak hanya sebagai sumber matematisasi, tetapi juga sebagai tempat untuk mengaplikasikan kembali matematika.

Gambar 1   Konsep Matematisasi (De Lange,1987)

 

Dalam RME, pembelajaran diawali dengan masalah kontekstual (“dunia nyata”), sehingga memungkinkan mereka menggunakan pengalaman sebelumnya secara langsung.  Proses penyarian (inti) dari konsep yang sesuai dari situasi nyata dinyatakan oleh De Lange (1987) sebagai matematisasi konseptual.  Melalui abstraksi dan formalisasi siswa akan mengembangkan konsep yang lebih komplit.  Kemudian, siswa dapat mengaplikasikan konsep-konsep matematika ke bidang baru dari dunia nyata (applied mathematization).  Oleh karena itu, untuk menjembatani konsep-konsep matematika dengan pengalaman anak sehari-hari perlu diperhatikan matematisi pengalaman sehari-hari (mathematization of everyday experience) dan penerapan matematikan dalam sehari-hari (Cinzia Bonotto, 2000)

 

2.2.2 Menggunakan Model-model (Matematisasi)

Istilah model berkaitan dengan model situasi dan model matematik yang dikembangkan oleh siswa sendiri (self developed models).  Peran self developed models merupakan jembatan bagi siswa dari situasi real ke situasi abstrak atau dari matematika informal ke matematika formal.  Artinya siswa membuat model sendiri dalam menyelesaikan masalah.  Pertama adalah model  situasi yang dekat dengan dunia nyata siswa.  Generalisasi dan formalisasi model tersebut akan  berubah menjadi model-of masalah tersebut.  Melalui penalaran matematik model-of akan bergeser menjadi model-for masalah yang sejenis.  Pada akhirnya, akan menjadi model  matematika formal.

 

2.2.3 Menggunakan Produksi dan Konstruksi

Streefland (1991) menekankan bahwa dengan pembuatan “produksi bebas” siswa terdorong untuk melakukan refleksi pada bagian yang mereka anggap penting dalam proses belajar.  Strategi-strategi informal siswa yang berupa prosedur pemecahan masalah kontekstual merupakan sumber inspirasi dalam pengembangan pembelajaran lebih lanjut yaitu untuk mengkonstruksi pengetahuan matematika formal.

 

2.2.4 Menggunakan Interaktif

Interaksi antarsiswa dengan guru merupakan hal yang mendasar dalam RME.  Secara eksplisit bentuk-bentuk interaksi yang berupa negosiasi, penjelasan, pembenaran, setuju, tidak setuju, pertanyaan atau refleksi digunakan untuk mencapai bentuk formal dari bentuk-bentuk informal siswa.         

 

2.2.5 Menggunakan Keterkaitan (Intertwinment)

Dalam RME pengintegrasian unit-unit matematika adalah esensial.  Jika dalam pembelajaran kita mengabaikan keterkaitan dengan bidang yang lain, maka akan berpengaruh pada pemecahan masalah.  Dalam mengaplikasikan matematika, biasanya diperlukan pengetahuan yang lebih kompleks, dan tidak hanya aritmetika, aljabar, atau geometri tetapi juga bidang lain. 

           

3.  Pembahasan

3.1 Matematika Realistik (MR)

Matematika Realistik (MR) yang dimaksudkan dalam hal ini adalah matematika sekolah yang dilaksanakan dengan menempatkan realitas dan pengalaman siswa sebagai titik awal pembelajaran.  Masalah-masalah realistik digunakan sebagai sumber munculnya konsep-konsep matematika atau pengetahuan matematika formal.  Pembelajaran MR di kelas berorientasi pada karakteristik-karakteristik RME, sehingga siswa mempunyai kesempatan untuk menemukan kembali konsep-konsep matematika atau pengetahuan matematika formal.  Selanjutnya, siswa diberi kesempatan mengaplikasikan konsep-konsep matematika untuk memecahkan masalah sehari-hari atau masalah dalam bidang lain.  Pembelajaran ini sangat berbeda dengan pembelajaran matematika selama ini yang cenderung berorientasi kepada memberi informasi dan memakai matematika yang siap pakai untuk memecahkan masalah-masalah. 

Karena matematika realistik menggunakan masalah realistik sebagai pangkal tolak pembelajaran maka situasi masalah perlu diusahakan benar-benar kontektual atau sesuai dengan pengalaman siswa, sehingga siswa dapat memecahkan masalah dengan cara-cara informal melalui matematisasi horisontal.  Cara-cara informal yang ditunjukkan oleh siswa digunakan sebagai inspirasi pembentukan konsep atau aspek matematiknya ditingkatkan melalui matematisasi vertikal.  Melalui proses matematisasi horisontal-vertikal diharapkan siswa dapat memahami atau menemukan konsep-konsep matematika (pengetahuan matematika formal). 

 

3.2 Pembelajaran Matematika Realistik (MR)  Menurut Pandangan Konstruktivis

Pembelajaran matematika menurut pandangan konstruktivis adalah memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengkonstruksi konsep-konsep/prinsip-prinsip matematika dengan kemampuan sendiri melalui proses internalisasi.  Guru dalam hal ini berperan sebagai fasilitator.  Menurut Davis (1996), pandangan konstruktivis dalam pembelajaran matematika berorientasi pada: (1) pengetahuan dibangun dalam pikiran melalui proses asimilasi atau akomodasi, (2) dalam pengerjaan matematika, setiap langkah siswa dihadapkan kepada apa, (3) informasi baru harus dikaitkan dengan pengalamannya tentang dunia melalui suatu kerangka logis yang mentransformasikan, mengorganisasikan, dan menginterpretasikan pengalamannya, dan (4) pusat pembelajaran adalah bagaimana siswa berpikir, bukan apa yang mereka katakan atau tulis. 

Konstruktivis ini dikritik oleh Vygotsky, yang menyatakan bahwa siswa dalam mengkonstruksi suatu konsep perlu memperhatikan lingkungan sosial.  Konstruktivisme ini oleh Vygotsky disebut konstruktivisme sosial (Taylor, 1993; Wilson, Teslow dan Taylor,1993; Atwel, Bleicher & Cooper, 1998).  Ada dua konsep penting dalam teori Vygotsky (Slavin, 1997), yaitu Zone of Proximal Development (ZPD) dan scaffolding.  Zone of Proximal Development (ZPD) merupakan jarak antara tingkat perkembangan sesungguhnya yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah secara mandiri dan tingkat perkembangan potensial yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau melalui kerjasama dengan teman sejawat yang lebih mampu.  Scaffolding merupakan pemberian sejumlah bantuan kepada siswa selama tahap-tahap awal pembelajaran, kemudian mengurangi bantuan dan memberikan kesempatan untuk mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar setelah ia dapat melakukannya (Slavin, 1997).  Scaffolding merupakan bantuan yang diberikan kepada siswa untuk belajar dan memecahkan masalah.  Bantuan tersebut dapat berupa petunjuk, dorongan, peringatan, menguraikan masalah ke dalam langkah-langkah pemecahan, memberikan contoh, dan tindakan-tindakan lain yang memungkinkan siswa itu b

People shouting at the world over megaphones; Size=240 pixels wide

My site of mathematics in tadulako university
by webmaster addigress.tripod.com
januari 2005

Ilmuan Matematika Dunia